Ada tangis yang tak bisa kuceritakan padamu
tentang kepergianmu yang telah sekian lama

Lihat aku sekarang, bertarung dengan diriku sendiri
Hampir hancur melawan ego yang tak bisa kutahan
Menahan nafsu dunia yang semakin menggila di kepalaku

Malam ini, ingin mengenangmu lagi,
dengan sebuah lagu yang dulu kita nyanyikan bersama dengan tawa
dengan segelas teh dan beberapa penganan khas buatanmu,

Ibu, ingat ketika aku akan kabur dari rumah karena begitu marah padamu?
kau hanya tersenyum dan mengusap kepalaku.

Ingat ketika aku tak ingin mandi karena air di kampung begitu dingin?
kau bangun begitu pagi hanya sekedar menanak air untuk menghangatkanku

Ingat ketika aku sakit dan berpura-pura menahan nafas?
Tangismu diam, seluruh kamar sunyi.

Ibu, bisakah kau datang sekali saja malam ini dalam mimpiku?
karena bayangmu sudah mulai rapuh diingatanku.

Semoga kau dengar doaku.

Cerita berawal dari janji mencicipi secangkir kopi
Disebuah kedai yang tak kau tau pasti

Baru pertama kutatap dirimu
Irama lagu The Beatles menyambutmu

Kau lalu bercerita tentang masa lalu
Tentang nama yang tak bisa diberi restu

Atau mungkin ketika kau begitu semangat membahas symbol dan agama
Atau ketika kau mengotak-atik telpon genggam untuk sebuah nama

Kau tuangkan puluhan cerita gila pada secangkir kopi susu hangat
Ketika egomu begitu kuasa, ketika rasa ingin tahu ingin kau puaskan.

Gadis pecinta malam, teruslah telisik setiap sudut gelap
Hingga cerita kelam, tak lagi datang mengendap


Terbayang lagi sebuah cerita yang sempat terlupa,
Tentang sebuah puisi yang bercerita tentang perpisahan,
Serta perempuan yang bercerita tentang hujan

Luka dan masa lalu, kuseruput baik-baik dalam segelas kaca
Di atas kopi itu tergambar wajahmu yang tersenyum
Sambil menggoyangkan tanganmu, diantara jemariku

Layar putih memutarkan kisah sedih sepasang kekasih
Kuambil sapu tangan, hanya untuk menghentikan alur sungai dari mata air asin.

Satu kata yang sempat teringat,
Bahwa kenangan tidak untuk aku kubur,
Walau tentangmu yang paling berkuasa di kepala.
Telah lama ia pergi
Dibawa kisahnya sendiri
Namun oleh sejarah, masih juga namanya disebut
Karena semua masa punya sejarah

Ada detik berlalu serempak
Saat seruan "gol" membahana
Hendak mencapai angkasa

Tiada cinta yang begitu meriah
selain bergaung di stadiun
kau bisa tersenyum, terbahak
Sebelum akhirnya pulang, sebelum malam terlalu larut
dan saksi sejarah takkan melewatkanmu
sebab sekali ewako digemuruhkan
namamu ada juga menyelip dicelahnya.

Siapa yang tak mengingatmu
sungguhlah tak sejati jadi pembelamu
sebab sekali waktu terkenang juga akan sejarah
liuk kaki kananmu memukul mundur cina
menahan imbang soviet
di lapangan hijau

Siapa yang dapat melupakanmu
betapa gegap gempita menyesaki darah
dada yang hendak pecah oleh luapan bangga
jadi saksi perjuangan anak negeri, putra tanah daeng

Siapa yang dapat melupakanmu,
Siapa?

Genderang merah itu masih bergaung hingga kini
meski yang sampai padamu hanya semilir angin
getarkan rumputan hijau di atas pembaringan takdir
yang telah bermusim membekap
sosokmu melebur pada hakikat

Ramang,
Jazad boleh merapuh di bawah hujan, menjadi peninggalan zaman
namun namamu masih menjadi bara
bukti perjuangan bangsa, lambang sepakbola sulawesi
warisan nyata keberanian ewako

Hijau karebosi,
tetap ada bayangmu disana
menurunkan semangat, menelurkan generasi

Bola-bola masih saja berpindah
dari masa ke masa
meneruskan aliran semangat dan cintamu
pada mereka yang terus berbangga

Pada mereka,
pada kami
pasukanmu
pasukan Ramang

Ewako, ewako, ewako.

Antologi Puisi
Syair dan Kicau Burung. (Cinta, Kasih, Benci, Rindu & Semangat Hidup tertuang dalam syair puisi yang indah....)
1. @JangkrikSenja
2. @cokko2_
3. @jejaksajak
4. @penikmatrindu
5. @PriaHujan
6. @Ridawa_s
7. @xFaisal_fajreEx
8. @Milachaem
9. @Bait_Puisi
10. @anitmarina
11.@Ichi_nOe
12. @Rintik_
13. @HeningWicara
14. @ibulusi
Sky is crying
Pouring a sad song into my head
let my eyes teary
i'm fine

I have been through many hard times
Screaming aloud into the deep of the night
Silent is all I got
I still fine.

People start talking behind me
Saying that i am out of my mind
Thinking of something impossibly happen
I'm very fine

I'm fine
Because i love you
seperti lelap yang aku bawa saat mulai memejamkan mataku yang sudah lelah pada dunia yang semakin lama semakin panas ini.
seperti angin timur yang sepoi datang menyapu satu persatu rambutku yang tak lurus dan membelainya lembut 
seperti ombak yang saling memburu diantara genangan air laut biru
seperti dinginnya malam yang setiap hari aku tunggu untuk membuyarkan lelahku yang sudah menumpuk di lengan kiriku

seperti itu....
seperti itu....
seperti menunggu dia yang tak bisa disebut namanya ....
masih dan akan terus seperti itu

Ingin bercerita tentang kehangatan,
berdoa semoga hari ini alam tersenyum melihat manusia
Kukabarkan kisah-kisah kemarin yang sempat aku rekam dalam otakku

Kemarin,
mahasiswa tawuran
katanya
memakai dana pemberian fakultas

Kemarin,
seorang dosen mengobrak-abrik kantor pendidikan
katanya,
ada nomor soal yang hilang

Kemarin,
Kita berjanji untuk bertemu di sebuah tempat makan, tapi tak jadi
katanya,
kau harus cepat pulang, tak ingin telat sampai dirumah.

Diusapnya air langit yang menutupi matanya
di bawah hujan dia berdiri
ingin lari dari dunia yang semakin menggila

dia berteriak ke langit
guntur lalu saling bersahut
diusap lagi tetes hujan di wajahnya
kali ini ada sedikit rasa asin yang ikut

hujan semakin menderas,
suara-suara dunia melenyap
hanya irama hujan yang menetes
kota yang ia kenal kini senyap

dia berlari menembus hujan
di depannya seorang lelaki tersenyum membuka lebar tangannya
pelukan lama yang tak dia rasa
pelukan lama yang ingin dia rasa
"Aku tak tahu bagaimana menjalani hidup"

Lelaki di depannya tersenyum
lalu berbalik arah
hujan mulai mereda
sang perempuan sudah siap lagi berlakon sebuah cerita

"Dibawah hujan, dia adalah dirinya sendiri"
"Beneath the rain, she is herself"

Kita tersenyum disebuah pagi
Dimana burung kenari bersenandung di jendela kamar
Resah yang semalam sudah tak ada lagi
Resah diingatan sudah tersamar

Sinar matahari menyentuh kulit wajahmu yang menawan
Seketika kau sambut dengan senyum yang rupawan

Semalam adalah ikrar yang tak main-main
Rahasia kita sudah teraduk, dengan baik diramu
Sudah sah perhelatan kemarin
Saat kurebut kau dari pelukan ayahmu

Diluar purnama agak malu-malu 
hanya berani mengintip dari balik gunung Lawu,
aku hanya berani meringkuk di dalam kantung tidur yang lumayan tebal.
Menatap ringkuk pepohonan yang tak kekal

Sekelebat cepat di depan mataku, bayangan yang sudah akrab bagiku.
Lolongan panjang menyeruak,
diujung sebuah tebing,
memohon pada bulan bersanding awan yang berarak
lalu menghilang

Dari balik pohon Albizia saman, dia bersembunyi,
Perlahan, mengendap dalam sunyi.
Dia menatapku, dia mengenaliku,

Tahun ketiga aku disini di dalam tenda sewarna langit
Tahun ketiga dia sembunyi dibalik pohon itu, mengintipku lamat-lamat
Tahun ketiga dia menghilang saat aku terlena
Tahun ketiga dia berubah menjadi serigala betina

dia menari di bawah hujan,
karena matahari sudah tak menyukainya lagi,
dia menari dengan bebas, tanpa beban

senyumannya luka,
tawanya sekeras petir.

kau tak akan tahu betapa senangnya dia yang tak beranjak dari masa lalunya

tarian hujan sudah lama dia tarikan,
hujan kali ini tak mau turun

senyum tak pernah lepas dari bibirnya,
tapi kau tak pernah tahu,
 saat hujan bercumbu dengannya,
deras tangis begitu gelegar

dia,
gadis hujan,
bersanding dengan misteri dibalik kerudung malaikat 

Tiga hari terkurung ditempat yang sama
Pintu kamar menghilang, berganti siluet
Kulukis imajinasi di tiga sisi dinding
Sedang satunya kusiapkan untuk lukisan saat aku sudah mati

Kutatap langit-langit kamar, awan putih dan hitam bersatu
Sekilas petirnya sampai di lantai kamar, dekat kasurku
Bekas hujan semalam masih membanjiri lantai
Diam hanya bisa aku jadikan lawan bicara

Seekor burung terbang melayang melewati atap rumah,
Terlihat jelas
Dengan warna oranye putih,
Mengantarku pada ribuan warna lagi

Kita berlomba-lomba jatuh ke bumi, rintik
Kita terisak diantara hujan, menangis
Kita terbang diantara awan-awan putih
Kita beradu keras dengan petir

Kita melebur bersama angin,
Kita tersesat diantara kata
Kita menghilang diantara awan
Kita tenggelam dalam samudera terdalam, cinta

Dimana letaknya cinta, di kamu
tell the world that you love me,
show them that we meant to be together,
though they will keep pushing us till the edge
they will never know till we speak,
they will do the thing we dislike if we dont show them we didnt like the things that they do.

love is all about faith,
if you must love me
tell not just me
tell universe
so universe will now
and hope that they understand

that we meant to be together,
as always

Be bad,
Just dont be good to me
That will do

Surat ini aku tulis, mungkin kelak akan kau baca,
dan semoga kau tahu surat ini memang aku tujukan untukmu.

            Kusebut dirimu perempuan hujan, karena kau begitu mencintai hujan, dan begitu banyak kisah yang bisa kututurkan pada semua, tentang dirimu dan tentang hujan
            Dulu, aku hanya menikmati hujan, menerobos hujan yang rintik selalu aku nantikan, tapi dulu aku tak pernah merasa jatuh cinta pada hujan. Ya, aku hanya menikmatinya, tidak mencintainya.
       Kau perkenalkan hujan padaku pada malam hari, saat hujan begitu deras jatuh dari langit, kau mengajakku bertemu hujan, lalu bersalaman dengan hujan.
            Suatu waktu kita bersama menerobos hujan di jalan, orang lain berteduh memandang hujan, tapi kita setuju untuk tak hanya memandangnya, kita tertawa, berteriak diantara hujan.
***
            Aku masih mencintaimu, sama seperti dulu,masih sangat sama, namun sadar, kita sudah sudah tak bisa bersama, atau mungkin hanya aku yang masih berharap kebersamaan itu kembali.
            Berkali-kali aku menulis puisi, didalamnya kuselipkan namamu, kau mungkin menyadari sebagian, atau tidak, aku tak benar-benar tahu.
            Tapi, aku tak mau mengganggumu, walau beberapa pesan dariku menyelip tak tertahan, kukirim malam-malam, tapi aku tak pernah berharap balasan, walau kadang kau membalasnya. semoga tidak kau ulangi lagi.
            Oh iya, di dunia maya, sengaja menghapus pertemanan denganmu, bukan membencimu, tapi hadirmu masih tetap membuatku terdiam, semoga kau tak salah mengira. Karena aku masih menyukai dirimu, semoga kau tahu itu.

         Pesan terakhirku, mari kita jadi orang asing, dan jangan muncul lagi di depanku, karena aku tak tahu apa yang akan terjadi pada diriku. Semoga kau mengerti.

Secangkir chapuchinno memanggilku dengan senyum
Mengantarku kesuatu tempat yang tak pernah kunjungi
Ke tempat asing, walau tak begitu aneh di lidahku

Di situ, kutemukan  perempuan duduk manis
Dengan segelas cokelat panas di pangkuannya
“mari duduk, chapuchinno di tanganmu biar bisa kucium”

Secangkir chapuchinno dan sosok gadis, keduanya tersenyum manis
Segelas cokelat cemberut duduk di sudut sendiri, ditinggalkan

Dia mencium chapucinno yang aku bawa
Lalu aku merebut di bibirnya

Mengalir begitu deras, serupa hujan yang terjun bebas
Mata air yang kau bendung dikelopak matamu
Jadi danau yang di pipimu, berjejak

Ingatanmu begitu sigap menyaring kenangan
Entah yang mana, aku hanya bisa berangan
Mungkin tentang cinta, atau cita

Lalu luka datang lagi, tak sempat pulih yang sebelumnya
Selayak jarum yang mengalir bersama darah,
Begitu cepat melukai nadi, melukai hati,
Esoknya jadi air mata,

Air matamu begitu suci, begitu fitri
Relakah kau jatuhkan sesuatu yang begitu berharga?



Angin berhembus
Selayak pedang terhunus
Menusuk ke hati terdalam
Menginggalkan luka mendalam

Hujan mulai rintik
Selayak tangis menitik
Menyembur dari mata air
Begitu deras mengalir

Rekam jejak perbincangan (tantangan) antara @PriaHujan dan @hujanrintih2


Ruangan ini masih terasa panas, padahal AC telah dinyalakan sejak tadi. Aku jadi tidak yakin AC yang tidak berfungsi atau hatiku yang sedang menuai amarah ~ @hujanrintih2

Mungkin angin yang kau butuh bukan dari AC yang diam itu, mungkin dari tiupan kecil dari bibirku yang memanggil namamu ~ @PriaHujan

Jika kau tahu demikian, mengapa tidak detik ini juga kau temui aku lalu katakan dan lakukan itu segera. Di sini sangat sepi ~ @hujanrintih2

Sepi itu kupersembahkan agar nanti pertemuan begitu bermakna agar pelukan begitu terasa ~ @PriaHujan

Tapi bagaimana jika aku bosan? Bosan mengeja sepi yang tak pernah berbelas kasih pada rindu yang semakin hari semakin rintih ~ @hujanrintih2

Haruskah aku wakilkan cintaku pada derai angin yang berdiam di bibirmu? Agar bosanmu perlahan mati? ~ @PriaHujan

Sesungguhnya apa yang sedang terjadi? Ini terlalu sulit. Aku bahkan berharap kau tidak pernah hadir jika harus lenyap lagi ~ @hujanrintih2

Tak menghilang, hanya sembunyi dari pandanganmu, aku ada dibelakang memelukmu ~ @PriaHujan

Itu sangat menenangkan. Haruskah cinta butuh jarak untuk mengekalkan pelukan tetap bersamaku? ~ @hujanrintih2

Butuh percaya, itu saja, pelukan akan terisi angin, jarak akan dipisahkan tempat, tapi aku akan tinggal didirimu, disisi terdalam dirimu ~ @PriaHujan

Ya, aku tahu itu. Namun kekekalan dirimu dalam hatiku sama kekalnya angin dalam dekapanku. Terlalu hampa ~ @hujanrintih2

Maka aku berubah hujan, tak melulu jadi angin, yang bisa mengetuk pintu hatimu ~ @PriaHujan

Itu sebabnya hujan selalu menggambarkan kamu? Dan aku jadi bagian yang paling rintih karena merindukanmu ~ @hujanrintih2

itu sebabnya hujanku tak pernah deras, agar sakitmu tak berasa, agar kau bisa menatap dengan jelas cinta yang berjatuhan ~ @PriaHujan

Dan apa kau lihat cinta yang berjatuhan di mataku? Aku pun tak mau kalah dengan hujanmu. Aku ingin kau di sini, denganku ~ @hujanrintih2

Cinta sama sekali tak berjatuhan dimatamu, ia menetap dengan jelas di dalam dadamu ~ @PriaHujan

Kau bisa meyakinkanku akan itu? Tentang cinta yang mendekam dalam ke dada. Sejak kapan kau berani menaruhnya di sana? ~ @hujanrintih2

Sudah lama cinta mendekam disana, terkurung oleh asa orang lain, tapi ia tetap hidup, dengan atau tanpa sadarmu ~ @PriaHujan

Aku ingin mengenalmu lebih baik dari orang lain. Mengenal hatimu lebih kekal dibanding orang lain. Aku ingin brsamamu, bukan orang lain ~ @hujanrintih2

Aku akan disini selama cinta yang kita pelihara tumbuh dengan baik, hujanpun tahu itu ~ @PriaHujan

Hujan. Aku ingin menikmatimu lebih lama di sini. Agar kekekalan dirinya dapat menyatu dalam diriku. Aku percaya, kau CINTA ~ @hujanrintih2

Secangkir kenangan larut bercampur gula dan kopi, kuseruput pelan-pelan, mungkin yang ada dirimu jadi ampas di paling bawah.

Seorang gadis tertegun diseberang meja, menatap kosong pada gelas kopi yang penuh terisi, mungkin hatinya mengingat kekasihnya.

Gadis tadi memesan kopi tapi tak menyentuhnya, hanya ingin mengingat kekasihnya yang pecinta kopi.

Sudah sejam saya memperhatikan gadis itu, kopi di depannya sudah tak mengepul lagi, dia coba mengaduknya, air matanya jatuh.

Ingin tahu, sampai dimana gadis itu tahan menatap kopi di depannya, yang sedari tadi meminta dikecup.

Dia perlahan menyentuh gagang gelas kopi, kepalanya tiba-tiba menengadah, mungkin kenangan kekasihnya begitu keras menghampirinya.

Ragu-ragu, dia seruput kopi digenggamnya, tangannya gemetar, matanya tertutup sangat rapat, sedang tangan satunya terkepal erat.
           
Gadis itu terdiam "seperti inikah rasa rindu dan kenangan bersatu, yang kau wakili?" bisiknya pada gelas kopi.

Gadis itu membereskan tasnya, lalu beranjak pergi, kulihat dari belakang dia menyeka tangisnya, mengingat sang pecinta kopi .

         
            Tak secara kebetulan saya suka hujan, banyak hal yang membuat saya suka hujan, mulai dari sejarah saya hidup sampai dengan kenangan-kenangan yang didalamnya, hujan hamper selalu menemani.
            Pertama, Saya lahir disebuah kabupaten yang dikelilingi pegunungan, Enrekang, yang setahu saya, berarti naik, tempat kelahiran saya yang hanya bisa saya kunjungi sekali duakali dalam setahun. Lalu kami sekeluarga pindah kesebuah tempat yang sangat dekat dengan pantai, sebuah kabupaten bernama Majene, yang setahu saya berarti air/berair. Dua tempat yang sangat berpengaruh bagi saya bila digabungkan bias berarti Air yang naik, saat itu, saya mungkin masih sebagai uap air, yang mengembara di awan
            Kedua, Sosok yang misterus bagi saya, seorang yang kusebut Perempuan Hujan, yang kemudian membuat saya sadar tentang arti hujan yang begitu erat dan kental dalam kehidupan saya.
            Lalu, Kendaraan yang saya pakai sekarang, Thunder, juga berhubungan erat dengan hujan, siapa yang bisa memisahkan Hujan dan Petir?
            Tak lama berselang, Saya lalu punya adik lagi, yang ayah saya beri nama Badai, ya itu nama aslinya, tanpa saya rubah sedikitpun, Badai, juga berkaitan dengan Hujan…
           
            Bila masih ada yang ingin kalian tahu tentang saya, silahkan bertanya, saya dengan bebas akan menjawab semuanya……. 

            Lampu taman mulai temaram, berkedip, sudah saatnya taman ini dihiasi terang lampu pijar. Di satu lampu pijar, ada sebuah bangku panjang, cukup untuk aku selonjorkan kaki jenjangku.
Dibangku ini, aku berjanji bertemu dengan seorang sahabat, kusebut ia sahabat, walau kami tak pernah bertemu pandang, hanya bisa bertemu lewat dunia maya, tapi dia sudah sangat mengenal diriku, dan juga kisah tentang diriku
Dia mengenalku dengan sosok hujan, karena aku memang suka hujan, dan setiap rintik hujan selalu saja menenggelamkanku dalam ribuan kenangan. Dia kusebut hembusan angin, bukan sekedar nama, karena dia begitu suka dengan hembusan angin, aroma yang dia hirup begitu damai, terutama angin sore, yang selalu membuatnya terpana.
Sambil menunggu, kubuka buku yang sudah kubawa dari rumah, tepat dibagian yang kemarin kuberi tanda, kubaca dengan suara samar-samar.
“Gelap bersatu dengan hujan agar kau tahu dingin yang kau rasa dan sepi yang kau rindu itu karena tak hadirku di sampingmu"
Suara perempuan langsung membalas, “Gelap tidak selalu bersatu dengan hujan, sama halnya dengan dia yang tidak selalu merindu tanpamu”.
            Seorang perempuan duduk disampingku, aku tak menatap matanya, aku tahu, cara dia bicara, aku tahu siapa dia. Aku hanya ingin membalas katanya.
“Tapi aku hanya ingin melihat tawanya sedikit saja”
“Bukankah tawa itu ada dalam siluet yang tertangkap kamera? Pandangi kalau memang belum bisa menemuinya dalam rindu tak tertahan. kalau kurang, datangi biar rindu itu terobati. itu kalau kau tak sanggup menunggu ia merindu dan datang padamu.”
Kami terus saja berbalas kata.
“Begitu banyak tawa yang aku rekam dari masa lalu dengannya, begitu banyak rekaman yang terus saja berputar tanpa aba-aba. merindunya sudah jadi kebiasan setiap hari, namun dia masih saja tak bisa menemui hujan, mungkin takut basah, atau mungkin takut orang lain tahu kalau dia basah”
“Teruslah menanti dan memutar rekaman cerita hingga cerita menjadi usang. bukankah hatimu selalu baru untuknya?. Beginilah cinta membuat orang merindu. bawakan ia payung kalau ia memang takut basah, maka ia juga takkan ketahuan orang yang ia takuti.”
“Ya, hatiku selalu baru untuknya, tanpa sadarnya, aku sudah tak menantinya, setidaknya untuk saat ini, tapi merindunya sudah tak bisa ku kendalikan, biarkan dia tak mengingat hujan, biarkan dia pergi bersama angin, biarkan ia hilang bersama matahari, aku hanya ingin mengingatnya sebagai masa lalu, karena sekarang dia sudah tak bisa aku kenali lagi”
“Mari menghirup udara dalam dalam, biarkan rindu memenuh bersama udara yag masuk terikat darah. hari ini nikmati rindu itu melebur satu dalam diri dan darahmu. Kalau kau kini tak tersadar maka jadikan yang terakhir, itu kalau kau betul-betul telah merelakannya.”
“Siapa bilang aku pernah merelakannya?” kutinggikan suara. “aku hanya tak lagi berpikir untuk menangkapnya kembali, dia pergi karena sudah terlalu lama dingin dalam dekapku, dia pergi dengan tangis juga, walau tangisnya sudah reda.”
“Mari kita pandangi dia dari sudut mana kita berada, membiarkan ia didekap kehangatan dari dingin yang kau berikan dalam dekapanmu.”
“Mari, dengan atau tanpa sadarnya. aku tetap disini merindunya.”
Lalu kutatap dia, ya, baru kali ini kulihat mukanya dengan jelas, sangat jelas senyum yang ia berikan, kusebut itu senyum hembusan angin,. Ya, dia tersenyum, lalu bangkit, berlalu, seperti angin. Seperti hembusan angin.



Tiba-tiba saja kita begitu akrab, seperti masalah yang pernah kita hadapi terhapus begitu saja, kau tersenyum lepas tanpa beban, akupun tertawa bebas tanpa rasa bersalah.
Sempat kugelitik pinggangmu, kau menampiknya dengan tawa, aku tahu, kau begitu sensitif dengan sentuhanku, tapi aku suka.
Tiba-tiba saja kita bertatap mata, lalu berjalan beriringan, sedang mata menatap aneh pada tingkah laku kita kita, mereka para sahabatku, juga para sahabatmu.
Lalu kau menggengam tanganku, sempat kaget, ini tangan siapa, tak pernah kurasa tangan ini, begitu asing, begitu aneh, kutatap kau dari sisi kanan, ya, kau masih yang dulu,
Lalu terbangun, baying mimpi masih begitu nyata, tentang kau, tapi mengapa begitu semua tentangmu tiba-tiba saja terasa asing, lalu tangan siapakah yang kau pakai di mimpi itu?

Kutatap matanya lekat-lekat, hanya kosong yang bisa menjalar keseluruh inderaku, rindu yang kuharap kembali beralih jadi hanya berbalas sepi, dia tersenyum dalam tidur terakhirnya, berbalut putih yang akan mengantarnya menuju nirwana, balutan suci yang sangat cocok dengan matanya.

Kusentuh kembali tangannya yang sudah lama tak pernah kujamah, hanya dingin yang lagi-lagi kembali menyentuhku, teringat bisik yang pernah kita tuangkan diantara gelap malam, bahwa rindu kita jangan pernah berpisah. Rindu kita akan tetap terlaksana walau mata sudah tak bisa saling menatap, walau tubuh kita sudah tak bisa menunggu.

Ada dingin yang tiba-tiba mengalir pelan-pelan dari mataku, mata air yang selalu saja bersembunyi dibalik tegarnya aku, dan ini adalah sentuhan terakhir dariku yang akan mengantarmu menuju cinta sejatimu, cinta sejati kita semua, cinta sejati yang menyatukan kita di dunia, kutitipkan salam padanya lewat kecupan yang kutinggal dibibirmu, sampaikan pada sang cinta sejati, dia harus menjagamu seperti saat kau berlari bahagia dihamparan ilalang sambil bernyanyi lagu hujan.

            ~~Kulepas kau dengan mata air yang mengalir deras dan tersembunyi~~

Terbangun dari lelap yang terus mengembalikanku kemasa dimana hujan begitu indah dalam derai yang selalu jatuh diantara taman bunga yang kita semai di halam rumah kita. Masa disaat lelapmu dan lelapmu menyatu dalam biru yang kita sebut cinta.

Ada sosok serupa masa lalu yang menarik-narik kenanganku padamu, dia berlari kearahku, sama seperti dirimu, lalu dia berlalu disampingku, sepintas kutatap senyum yang dia kirim pada temannya, senyumnya seperti rekaman senyum yang pernah kau perlihatkan padaku.

Dia mengenal orang yang kau kenal seluruhnya, dia memiliki fisik yang sama sepertimu, dia berpakaian serupa dirimu, mungkin dia adalah dirimu yang menjelma dari masa lalu, dan kembali mengitariku. Tapi meninggalkan rasa cintamu di jasad yang dulu.


Aku hadir dalam wujud hujan yang setiap kali rintik diatas rumahmu, mengawasi lelapmu yang sudah tak pernah terjamah olehku. Kau bermimpi, tentang ribuan capung yang terbang mengitari bunga-bunga layu, tentang kupu-kupu yang lemah pada matahari.
Kutatap kau nanar, ada luka yang kau sembunyikan bersama dekapan bantal hangat yang sudah lama tak kusentuh, bantal dengan gambar kijang yang siap diterjang harimau. Kau mengigau, menyebut namaku yang yang sering menari dikepalamu, yang siap meledakkan isi otakmu dengan rindu yang sudah lama kau diamkan, yang kini beranak pinak jadi luka yang membusuk.
Kudekati kau dengan rintik diam, terbang terbawa angin, lewat jendela yang selalu tertutup rapat saat aku bersamamu, jendela penikmat tontonan kita berdua yang terus beradu, bercengkarama dengan bintang yang kau lekatkan diatap kamar tua yang selalu kau cintai. Kau berbalik badan, mungkin menyadari kehadiran yang aku diam-diam hadirkan, kau tersenyum dengan mata tertutup, kau tahu, dalam lelapmupun tahu, itu aku.
Kusentuh kau dari ujung kaki, meluncur dengan deras menuju bibirmu, kecupan hangat tiba-tiba terbayang di senja yang tak pernah lupa akan kehadiran kita. Lihat saja, tetangga bergunjing tentang rindumu dan rinduku yang acap kali tak dipuaskan malam, tak pernah lelah bermimpi tentang biru dalam hujan yang selalu kau sebut.
Ya, kau suka hujan, berlalu mengejar ribuan rintik yang terus mengelus pipimu, berlalu bersama rinai yang tak pernah lelah mengingatkanmu tentang pelangi yang sebentar lagi menghiasi langit.
Hujan, yang menghapus tangismu dimalam saat derai air mata tak bisa lagi kau tampung di mata kecilmu, serupa mata air yang tak mengering, dengan teriakan guntur yang kau sebut isak. Lalu kuucapkan janji yang sempat aku ingkari
“Di senja saat kau sudah berumur seperempat abad, akan kudatangi kau dengan senyum dan kutawarkan persandingan yang takdirpun sudah tak bisa memisahkan aku, kau dan hujan”
Dan kini aku kembali kelangit, bersatu dengan awan yang merindukanku, dan akan rintik lagi saat janji sudah siap kutunaikan.
Masih berdiri disini, 
Menatap rindu yang sempat kau tinggal dengan seribu luka tusuk yang tetap menganga menatapku tajam, 
Ada senja yang juga terluka semalam. 

Sempat berpikir malam akan menyembuhkan luka yang tertinggal,
Dan menunggu pagi yang lalu ingkar janji
Maka aku hanya berharap pada hujan yang setia datang dalam tangis
Dan setiap deraiku jadi bibit-bibit hujan baru
Seteleh hujan lelah berderai di tengah kolam
Akan bergaris pelangi enam warna yang terus memuja
Setelah angin berhenti berkejaran diantara rambutmu
Akan tertinggal sejuk yang bersemayam dianganmu

Setelah rindu memadam di unggun yang mulai melemah
Akan datang bara yang menghangatkan dingin yang tertinggal
Rasa bersama yang tak pernah puas dihabiskan diantara hujan
Akan terus menjadi penghangat malam sebelum ku tidur
Naas bagi sepi, yang tak pernah sempat mengunjungi kita
Gadis kecil, kutunggu kau disini, bersama rindu yang tak pernah puas
Hanya perlu hitungan menit untuk menemukanmu di jejak mimpi
Aku akan menunggumu dengan sisa warna pelangi
Entah, mungkin sampai nanti, sampai kau jadi nyata jadi pelukan tidurku

“Maaf pelangi, warna terakhirnya jadi makhluk terindah dibumi”
Khawatir pada hujan yang terus marah
Mungkin tak henti bila disini terus diam

Berkali-kali hujan marah pada rintik
Yang selalu saja tak pernah jatuh di atap rumahmu

Sempat juga hujan datang bercerita
tentang langit yang terus rindu pada kita

Kapankah kita bisa jadi angin,
lalu bersama terbang, tak terhalang

Kapankah kita jadi air,
Lalu bersembunyi, dari kenangan yang penuh luka

Masih tetap berdegup, khawatir
Mungkin kau sudah tak mau jadi angin dan hujan

Followers

Total Pageviews